Senin, 27 Agustus 2012

Menyambut Bulan Ramadhan




Ramadhan yang penuh kelimpahan kebaikan dan keutamaan, akan dapat dirasakan dan diraih ketika ilmu tentang Ramadhan dipahami dengan baik.
Bayangkan, para generasi awal Islam sangat merindukan bertemu dengan bulan suci ini. Mereka berdo’a selama enam bulan sebelum kedatangannya agar mereka dipanjangkan umurnya sehingga bertemu dengan Ramadhan. Saat Ramadhan tiba, mereka sungguh-sungguh meraih kebaikan dan keuataman Ramadhan. Dan ketika mereka berpisah dengan Ramadhan, mereka berdo’a selama enam bulan setelahnya, agar kesungguhannya diterima Allah Ta'ala. Kerinduan itu ada pada diri mereka, karena mereka sadar dan paham betul keutamaan dan keistimewaan Ramadhan.

Bagaimana menyambut bulan Ramadhan?
1.  Berdoa agar Allah Ta'ala. memberikan umur panjang kepada kita sehingga kita berjumpa dengan bulan Ramadhan dalam keadaan sehat. Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara maksimal: Puasa, shalat, tilawah, dan dzikir.
2. Pujilah Allah Ta'ala. karena Ramadhan telah diberikan kembali kepada kita. Imam An Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata: ”Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya.” Dan di antara nikmat terbesar yang diberikan Allah swt. kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan.
3. Bergembira dengan datangannya bulan Ramadhan. Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya setiap kali datang bulan Ramadhan: “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).
4. Rencanakan agenda kegiatan harian untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadhan. Ramadhan sangat singkat, karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.
5. Kuatkan azam, bulatkan tekad untuk mengisi waktu-waktu Ramadhan dengan ketaatan. Barangsiapa jujur kepada Allah swt., maka Allah swt. akan membantunya dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan aktifitas-aktifitas kebaikan. “Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” Muhamad:21.
6. Pahami fiqh Ramadhan. Setiap mukmin wajib hukumnya beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadhan datang agar amaliyah Ramadhan kita benar dan diterima oleh Allah Ta'ala. “Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahu.” Al-Anbiyaa’ ayat 7.
7. Kondisikan qalbu dan ruhiyah kita dengan bacaan yang mendukung proses tadzkiyatun-nafs –pemberishan jiwa-. Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum, dan hikmah puasa. Sehingga secara mental, dan jiwa kita siap untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta'ala  di bulan Ramadhan.
8. Tinggalkan dosa dan maksiat. Isi Ramadhan dengan membuka lembaran baru yang bersih. Lembaran baru kepada Allah, dengan taubat yang sebenarnya taubatan nashuha. “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” An-Nur:31. Lembaran baru kepada Muhammad saw., dengan menjalankan sunnah-sunnahnya dan melanjutkan risalah dakwahnya. Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan silaturrahim. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat bagi mereka. Sebab, “Manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
Semoga Allah Ta'ala  memanjangkan umur kita sehingga berjumpa dengan Ramadhan. Dan selamat meraih kebaikan-kebaikannya. Amin ya Rabbana. Allahu a’lam.

READ MORE »»  

Keutamaan Ramadhan


Alhamdulillah kita masih menikmati bulan suci Ramadhan di hari ke 14 ini. Insya Allah apabila puasa yang kita lakukan karenaIImana Wahtisa’ban, maka Allah akan memberi karunia  , diampuni dosa yang lalu dan yang akan datang dengan pengertian setelah berpuasa  seorang mukmin berkehidupan lebih bertaqwa sehingga bersih dari dosa-dosa.Kita juga bersyukur selama Ramadhan ini kita diberi kekuatan melakukan shalat tarawih yang hanya dilakukan di malam hari. Di seluruh dunia Islam, di masjid-masjid kita dapati shalat tarawih dilakukan secara berjamaah sehingga membentuk suasana yang khas yang sangat bermanfaat untuk membina ukhuwah dan da’wah.
Dari Aisyah diriwayatkan bahwa Nabi SAW. pada suatu malam Ramadhan shalat di masjid lalu orang banyak mengikuti sebagai makmun dibelakangnya. Beliau shalat lagi malam berikutnya dan orang pun makin banyak mengikutinya. Pada malam ke-3 dan ke-4 orang berkumpul dan menunggu, namun Rasulullah tidak hadir keluar malam itu. Esok subuhnya Rasulullah hadir dan bersabda : “Telah aku lihat apa yang sudah engkau kerjakan, tidak ada yang menghalangi aku keluar tadi malam melainkan aku takut shalat tarawih itu  dianggap wajib atau fardhu”.
Shalat tarawih ramai dikerjakan orang di masjid setiap malam Ramadhan, begitu pula pada zaman Khalifah Abu Bakar setelah Rasulullah SAW wafat.Ketika Umar bin Khatab menjadi khalifah beliau mendapati sesuatu kejanggalan, seperti diriwayatkan oleh A. Rahman Abdil Qari : “Aku pergi bersama Umar bin Khatab, sang Khalifah dalam bulan Ramadhan ke masjid pada suatu malam. Kami dapati orang banyak shalat tarawih ber kelompok-kelompok, bercerai berai, ada yang shalat sendirian sampai selesai, ada yang mulanya sendiri lalu diikuti orang banyak dan tentu ada pula orang yang duduk- duduk tidak bershalat. 
Maka berkatalah Umar “Menurutku satu bacaan saja, itu lebih bagus“ lalu beliau perintahkan agar orang-orang berjamaah dengan imam. Beliau tunjuk Ubay bin Ka’ab menjadi imam. Di malam yang lain kami berubah masuk ke dalam masjid dan kami dapati orang telah shalat dengan satu qori (Imam), maka berkatalah Umar bin Khatab “inilah sebaik-baik bid’ah“ (HR. Bukhari).Dengan demikian kita tahu bahwa Umarlah orang yang pertama mengatur shalat tarawih berjama’ah, suatu hal yang tidak pernah dilakukan di zaman Rasulullah.
Dalam hadits Siti Aisyah berkata ; “Tidaklah Nabi SAW menambah, baik di bulan Ramadhan atau bulan lainya  lebih dari 11 rakaat” (HR. Buhkari Muslim). Namun Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ mengutip hadits dari Yazid Ibnu Rumman yang mengatakan; bahwa shalat tarawih di zaman Umar bin Khattab adalah 23 rakaat (20 ditambah 3 witir) Berdasarkan beberapa hadits yang lain yang menjelaskan beberapa jumlah raka’at tarawih yang berbeda. Karena itu para Ulama telah banyak melakukan shalat tarawih yang jumlah raka’atnya berbeda-beda, selain 23 raka’at ada 21, 24, 36, 41, dan 43 rakaat
Pada zaman itu biarpun berbeda-beda namun tidak saling menyalahkan, karena ada yang berpendapat bahwa shalat tarawih tidak ditentukan dengan bilangan tertentu oleh Rasulullah.Beberapa amal bid’ah hasanah juga dilakukan oleh Khalifah Utsman bin Affan dengan mengkondifikasi­kan atau membukukan Al Qur’an yang dulunya dilarang untuk ditulis oleh Rasulullah SAW. Apabila hal tersebut tidak dilakukan dapat kita bayangkan betapa sulitnya berpedoman pada kita suci Al Qur’an, yang keberada­an­nya hanya dalam kepala/ hapalan orang –orang yang menghapalkanya.
Kerajaan Arab Saudi belakangan juga melakukan bid’ah yang hasanah dengan mengatur masa, tempat sa’i menjadi dua jalur, untuk yang pergi dan yang kembali, bahkan sa’i bisa dilakukan dilantai 1, 2, dan 3, mem­perluas tempat pelontaran jumroh dan menjadikanya dua lantai dan mengatur perluasan mabit di Mina.Apabila kita merasa berat, malas melakukan ibadah di bulan Ramadhan sekarang ini, cobalah merenung dan berfikir, muhasabah, mereka-reka seumpama telah berkata kepada kita bahwa atas kehendak­Nya, inilah Ramadhan terakhir yang dikaruniakan Allah kepada kita.
Semoga persepsi Ramadhan terakhir itu dapat memicu kita mengisi Ramadhan dengan intens.Walaupun itu hanya perumpamaan, namun Tuhan mustahil hal tersebut adalah kenyataan, banyak orang yang kita kenal dan kita cintai, masih ada di Ramadhan yang lalu, sudah tiada di Ramadhan kini. Wallahu a’lam! 
READ MORE »»  

Beriman Kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam

Jamaah Jum’at rahimakumullah, marilah kita kenang, kita ingat kembali, dua sifat agung yang merupakan pangkat dan keagungan khusus bagi umat Islam, bagi hadirin jamaah Jum’at, khusus bagi kita yang beriman. Dua sifat itu adalah syukur dan shabar.
Dari saat yang mulia ini dan seterusnya sampai akhir hayat, marilah tetap kita sandang dua sifat itu, “syukur dan shabar”. Dalam kesempatan kali ini, setelah mensyukuri hidayah Iman, Islam dan Taqwa, marilah kita sedikit membahas “Syukur atas Iman kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam, serta shabar dalam menegakkan sunnah beliau.
  1. Iman kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah dasar agama yang Maha Benar ini, dienul Islam, sebagaimana sabda beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam:
“Artinya: Islam itu dibangun di atas lima rukun, bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya ... (HR. Muslim I/45. Lihat Al-Bukhari I/13).
Setelah beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka beriman kepada Rasulullah Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah sebagai pondasi yang utama. Sebab seluruh pondasi yang lainnya dibangun di atas keimanan pada Allah dan Rasul Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam. Sehingga orang yang tidak mengimani Rasulullah dan hanya beriman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa saja, itu tidaklah cukup, dan batal Iman yang demikian itutidak sah.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
“Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tanganNya! Tidak seorangpun yang mendengar tentang aku dari umat (manusia) ini, seorang Yahudi atau Nasrani, kemudian meninggal dunia dan tidak beriman kepada yang aku diutus karenanya, kecuali ia termasuk menjadi penduduk Neraka”. (HR. Muslim I/34).
Itulah pentingnya beriman kepada Rasul yang merupakan pondasi agama dan amal-amal ibadah. Sehingga tanpa mengimani Rasul alias ingkar kufur pada Rasul, maka gugurlah amal kebaikan serta jauh dari rahmat Allah.
Allah berfirman:
“Dan barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amal-amalnya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang yang merugi”
. (Al-Maidah: 5)
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya”.
Bahkan mereka akan ditimpa musibah dan adzab yang pedih, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat  An-Nur : 63.
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih”.
Oleh sebab itu maka hendaklah kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas hidayah Iman kita kepada Rasulullah Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam dengan bersabar dalam mengikuti dan mentaati beliau.
  1. Siapakah Rasulullah Muhammad  itu?
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah manusia biasa, bukan malaikat dan bukan pula anak Tuhan atau lain-lainnya. Beliau secara manusiawi sama dengan kita seluruh umat manusia.
Terbukti beliau terlahir dari jenis manusia, ayahanda beliau serta ibunya adalah Abdullah bin Abdul Muthallib, serta ibundanya bernama Aminah, keduanya dari suku Quraisy di Makkah Mukarramah keturunan Nabiyullah Ismail bin Nabi Ibrahim ‘alaihimas salam. Sebagai rahmat dan jawaban atas permohonan Abul Anbiya’ Ibrahim alaihis salam yang tercantum dalam firman Allah:
Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesunggu-hnya Engkaulah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqarah: 129).
Allah menegaskan agar beliau menyatakan tentang diri beliau, dengan firmanNya dalam surat Al-Kahfi ayat 110 dan ayat-ayat yang lain:
“Katakan, sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku”(Al-Kahfi : 110)
 “Katakan: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa per-bendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)? (Al-An’aam: 50).
Rasulullah juga berwasiat agar beliau tidak dihormati secara berlebihan, seperti orang-orang Nashara menghormati Nabi Isa 'Alaihis Salam, beliau melarang ummatnya menjadikan kuburan beliau sebagai tempat sujud, melarang menggelari beliau dengan gelaran yang berlebihan atau memberikan penghormatan dengan berdiri ketika beliau hadir.
Dari sahabat Amr Radhiallaahu anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
          “Janganlah kamu memuji aku (berlebihan) sebagaimana orang Nasrani memuji Isa Ibnu Maryam. Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: Hamba Allah dan RasulNya”. (HR. Al-Bukhari)
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
“Janganlah engkau jadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan (sepi dari ibadah) dan jangan engkau jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan” (HR. Abu Dawud).
Dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
“Jangan engkau jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, dan janganlah engkau jadikan rumah-rumah kamu sebagai kuburan dan dimanapun kamu berada (ucapkanlah do’a shalawat kepadaku) karena sesungguhnya do’a shalawatmu sampai kepadaku”. (Diriwayat-kan Imam Ahmad).
  1. Cara dan konsekwensi beriman kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka, segala yang baik dan mengharamkan mereka dari segala yang buruk dan membuang bagi mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.). (Al-A’raf: 157).
READ MORE »»  
 
Copyright © 2010 DUNIA TEKNOLOGI | Design : Noyod.Com